Novena adalah doa pribadi atau doa bersama selama sembilan hari
berturut-turut yang dipanjatkan guna mendapatkan suatu rahmat khusus,
memohon suatu karunia khusus atau menyampaikan suatu permohonan khusus.
Novena berasal dari kata Latin "novem" yang artinya "sembilan". Seperti
tampak dalam definisi di atas, novena selalu menyiratkan adanya
kepentingan yang mendesak.
Dalam liturgi Gereja, novena dibedakan dari oktaf, yang
sifatnya lebih pada perayaan, entah sebelum atau sesudah suatu pesta
penting. Misalnya, dalam penanggalan liturgi Gereja, kita merayakan
Oktaf sebelum Natal, di mana pendarasan antifon "O" membantu kita
mempersiapan diri menyambut kelahiran Juruselamat kita. Kita juga
merayakan Oktaf Natal dan Paskah, yang meliputi hari pesta itu sendiri
dan tujuh hari sesudahnya, guna menekankan sukacita misteri-misteri yang
dirayakan.
Sulit ditentukan dengan tepat, asal mula novena sebagai
bagian dari harta rohani Gereja. Perjanjian Lama tidak mencatat adanya
perayaan selama sembilan hari di kalangan bangsa Yahudi. Sebaliknya,
dalam Perjanjian Baru, pada peristiwa Kenaikan Tuhan Yesus, Tuhan
memberikan Perutusan Agung kepada para rasul, dan kemudian menyuruh
mereka untuk kembali ke Yerusalem dan menunggu datangnya Roh Kudus.
Dalam Kisah Para Rasul dicatat, "Maka kembalilah rasul-rasul itu ke
Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan
Sabat jauhnya dari Yerusalem. Mereka semua bertekun dengan sehati dalam
doa bersama-sama" (Kis 1:12, 14). Sembilan hari sesudahnya, Roh Kudus
turun atas para rasul pada hari Pentakosta. Kemungkinan, "periode doa
sembilan hari" yang dilakukan oleh para rasul inilah yang menjadi dasar
dari doa novena.
Jauh sebelum kekristenan, bangsa Romawi kuno juga
mempraktekkan doa selama sembilan hari demi berbagai macam kepentingan.
Penulis Livy mencatat bagaimana doa sembilan hari itu dirayakan di
Gunung Alban guna menolak bala atau murka para dewa seperti yang
diramalkan oleh para tukang tenung. Begitu pula, doa sembilan hari
dipersembahkan apabila suatu "hal baik" diramalkan akan terjadi.
Keluarga-keluarga juga menyelenggarakan masa duka selama sembilan hari
atas kematian orang yang dikasihi dengan suatu perayaan khusus sesudah
pemakaman yang dilakukan pada hari kesembilan. Pula, bangsa Romawi
merayakan parentalia novendialia, suatu novena tahunan (13-22 Februari)
guna mengenangkan segenap anggota keluarga yang telah meninggal dunia.
Karena novena telah merupakan bagian dari budaya Romawi, ada kemungkinan
umat Kristiani "membaptis" praktek kafir ini.
Apapun yang mungkin merupakan asal mula novena, di kalangan
umat Kristiani perdana memang sungguh ada masa berkabung selama sembilan
hari atas meninggalnya seseorang yang dikasihi. Maka, pada akhirnya,
dipersembahkanlah suatu Misa novena bagi kedamaian kekal jiwa. Hingga
sekarang, terdapat praktek novendialia atau Novena Paus, yang
dilaksanakan apabila Bapa Suci berpulang, seperti yang kita saksikan
saat wafatnya Paus Yohanes Paulus II yang terkasih.
Pada Abad Pertengahan, terutama di Spanyol dan Perancis, doa
novena biasa dipanjatkan sembilan hari menjelang Natal, melambangkan
sembilan bulan yang dilewatkan Tuhan kita dalam rahim Santa Perawan
Maria. Doa novena khusus ini membantu umat beriman mempersiapkan diri
merayakan dengan khidmad kelahiran Tuhan kita. Lama-kelamaan berbagai
macam novena disusun guna membantu umat beriman mempersiapkan diri
menyambut suatu pesta istimewa atau guna memohon pertolongan seorang
kudus dalam suatu masalah tertentu. Beberapa novena populer yang secara
luas biasa didaraskan di Gereja kita adalah Novena Medali Wasiat, Novena
Hati Kudus Yesus, Novena Roh Kudus, Novena St Yosef, Novena St Yudas
Tadeus, dan lain sebagainya.
Cukup sulit mengatakan mengapa kita tidak mendaraskan novena
dalam ibadat bersama sesering sebelum Konsili Vatikan II. Saya pernah
menanyakan hal ini kepada seorang imam senior, yang pada intinya
mengatakan bahwa cukup banyak orang yang ikut ambil bagian dalam doa
novena, tetapi melewatkan Misa Kudus. Padahal, sebagai umat Katolik,
fokus terutama dalam spiritualitas dan sembah sujud bersama adalah
Ekaristi dan Misa Kudus.
Juga, sebagian orang saya pikir telah menyelewengkan novena
dengan takhayul. Di setiap paroki di mana saya pernah ditugaskan, selalu
saja saya menemukan salinan Novena St Yudas Tadeus yang pada dasarnya
menyatakan bahwa jika orang pergi ke Gereja selama sembilan hari
berturut-turut dan meninggalkan salinan Novena St Yudas Tadeus, maka
doanya akan dikabulkan - semacam surat berantai rohani; bagaikan mesin
Katolik otomatis saja: seperti orang memasukkan uang ke dalam mesin
penjual, lalu menekan tombol untuk mendapatkan cola yang diinginkannya;
dalam hal ini orang mendaraskan doa-doa, pergi ke gereja, meninggalkan
salinan doa, dan beranggapan bahwa dengan demikian doanya pastilah
dikabulkan. Yang menyedihkan sekarang ini adalah orang bukan,
setidak-tidaknya menyalin dengan tangan, melainkan sekedar
memfotokopinya, dan yang terlebih parah, biasanya sayalah yang harus
membereskan lembaran-lembaran doa ini yang ditinggalkan dan tercecer di
seluruh ruang Gereja.
Walau demikian, novena masih mendapat tempat yang sah dan
benar dalam spiritualitas Katolik. Dalam buku Pedoman Indulgensi
tertulis, "Indulgensi sebagian diberikan kepada umat beriman yang dengan
tekun ikut ambil bagian dalam praktek saleh novena bersama yang
diadakan sebelum perayaan Natal, atau Pentakosta, atau Hari Raya Santa
Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa." Di sini, sekali lagi Gereja
menekankan bahwa novena merupakan suatu praktek rohani yang saleh, yang
memperteguh iman individu dan hendaknyalah individu sungguh tekun,
dengan selalu mengingat kebajikan Tuhan yang senantiasa menjawab semua
doa-doa kita menurut kehendak ilahi-Nya.
Romo William P. Saunders
(sumber:www.indocell.net/yesaya)